Sabtu, 04 Juni 2016

Terapi Kelompok (Group Therapy)



Pengertian terapi kelompok
Terapi kelompok adalah terapi yang dilakukan melalui sebuah kelompok namun memiliki kegiatan yang terstruktur dan memberikan efek terapeutik bagi anggotanya. Efek terapeutik yaitu kegiatan yang dilakukan dalam kelompok akan memberikan efek terapi kepada masing-masing anggota. Mereka akan belajar untuk membuka diri mereka, menceritakan masalah mereka, mendengar pendapat atau saran dari anggota lain.
Cara melakukan terapi kelompok
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam terapi kelompok adalah:
1.        Tahap Intake
Tahap ini ditandai oleh adanya pengakuan dari klien mengenai masalahnya  yang mungkin tepat dipecahkan melalui terapi kelompok ataupun terapis juga dapat menelaah situasi yang dialami klien. Tahap intake disebut juga sebagai tahap kontrak antara terapis dengan klien, karena pada tahap ini terdapat persetujuan dan komitmen antara terapis dan klien untuk melakukan kegiatan-kegiatan perubahan tingkah laku melalui terapi kelompok.
2.        Tahap Assesmen dan Perencanaan Intervensi
Terapis dan para anggota terapi (klien) mengidentifikasi permasalahan, tujuan-tujuan kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah. Pada tahap ini juga dibahas tempat atau ruangan pelaksanaan terapi kelompok, frekuensi pertemuan, lama pertemuan dan waktu yang dibutuhkan.
3.        Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian anggota untuk membentuk suatu kelompok harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari keterlibatannya dalam kelompok. Dalam pembentukan kelompok harus mempertimbangkan tipe permasalahan, persamaan tujuan, persamaan jenis kelamin untuk masalah-masalah tertentu dan tingkatan umur.
Minat dan ketertarikan individu terhadap kelompok juga penting diperhatikan, karena anggota yang memiliki perasaan positif terhadap kelompok akan terlibat dalam berbagai kegiatan kelompok secara teratur.
4.        Tahap Pengembangan Kelompok
Norma-norma, harapan-harapan, nilai-nilai dan tujuan-tujuan kelompok akan muncul dalam tahap ini sehingga dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aktivitas serta relasi yang berkembang dalam kelompok. Oleh karena itu, pada tahap ini terapis memegang peranan penting untuk dapat membantu kelompok mencapai tujuan.
  • Taraf permulaan. Dalam langkah ini, terapis perlu membicarakan apakah waktu yang telah ditentukan dan disepakati bersama itu tetap bisa dilaksanakan, lalu menyampaikan bagaimana komunikasi antara anggota yang satu dengan yang lainnya karena tiap anggota harus saling menghormati agar apabila anggota yang satu sedang berbicara maka anggota yang lain dapat memperhatikan, adanya keterbukaan antara anggota yang satu dengan yang lain serta dengan terapis, lalu menyampaikan bagaimana komunikasi antara anggota kelompok dengan terapis, serta adanya kesepakatan untuk menjaga kerahasiaan.
  • Mengembangkan dan memelihara situasi kelompok.
  • Melakukan diskusi, saling berbagi pendapat dan pengalaman, serta memecahkan masalah
5.        Tahap Evaluasi dan Terminasi
Dalam langkah ini terapis perlu melihat sejauh mana keberhasilan terapi kelompok yang telah dijalankan melalui evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi, maka dilakukanlah terminasi atau pengakhiran kelompok. Terminasi dilakukan berdasakan pertimbangan dan alasan mengenai tujuan individu maupun kelompok tercapai, waktu yang ditetapkan telah berakhir, kelompok gagal mencapai tujuan-tujuannya, serta keberlanjutan kelompok dapat membahayakan satu atau lebih anggota kelompok.
Manfaat terapi kelompok
  1. Dapat mengidentifikasi masalah bersama orang lain yang memiliki permasalahan yang sama
  2. Dapat membantu klien untuk meningkatkan hubungan interpersonal dengan klien lain sehingga setiap dari mereka dapat saling mendukung
  3. Dapat membantu menghilangkan perasaan-perasaan terisolasi dalam diri klien
  4. Dapat membantu menghilangkan kecemasan-kecemasan yang dirasakan oleh klien
  5. Dapat mendorong klien untuk membicarakan perasaan-perasaan batinnya dengan sepenuh hati
  6. Dapat membantu klien untuk melepaskan ketegangan dalam diri yang telah dipendam
  7. Dapat meningkatkan klien untuk berpartisipasi serta bertukar pikiran dan masalah dengan orang lain.
Kasus-kasus yang diselesaikan dalam terapi kelompok
Terapi kelompok dapat menjadi terapi pilihan untuk orang yang masalahnya terutama antarpribadi dan yang tidak mengalami gangguan psikiatrik utama. Terapi kelompok juga baik untuk orang yang hanya memerlukan tempat dimana ia dapat mencoba perilaku yang baru dan mempraktekkan keterampilan sosial yang baru. Berikut kasus-kasusnya :
  1. Kecanduan alcohol, obat-obat terlarang dan rokok
  2. Kekerasan seksual
  3. Stress dalam menghadapi penyakit yang di derita
  4. Trauma
  5. Korban bullying
  6. Insomnia
  7. Permasalahan hubungan sosial
  8. Orang yang mengalami masalah emosional
  9. Siswa yang mengalami kesulitan belajar.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             SUMBER :
    Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: KANISIUS
    Suharto, E. (2007). Pekerjaan Sosial di Dunia Industri – CSR. Bandung: Refika Aditama

Terapi Perilaku (Behaviour Therapy)

Terapi tingkah laku dalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Terapi ini menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih adaptif. Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku. Pada dasarrnya, terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, pengapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan.
Tujuan dan Peran terapis
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan pada masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapis tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mengdiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkah laku yang baru. Krasner (1967) menunjukkan bahwa peran terapis adalah memanipulasi dan mengendalikan psikoterapi dengan pengetahuan dan kecakapannya menggunakan teknik-teknik belajar dalam suatu situasi perkuatan social.
  • Ciri-ciri unik terapi tingkah laku
Terapi tingkah laku, berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh (a) pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b) kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment, (c) perumusan prosedur treatmen yang spesifik yang sesuai dengan masalah, dan (d) penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi.
  1. Pengondisian klasik versus pengondisian operan
Dua aliran utama membentuk esensi metode-metode dan teknik-teknik pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar, pengondisian klasik dan pengondisian operan. Pengondisian klasik, atau disebut pengondisian responden, berasal dari karya Pavlov. Pada dasarnya pengondisian klasik melibatkan stimulus tak berkondisi (UCS) yang secara otomatis membangkitkan respons berkondisi (CR), yang sama dengan respons tak berkondisi (UCR) apabila diasosiasikan dengan stimulus tak berkondisi. Jika UCS dipasangkan dengan suatu stimulus berkondisi (CS), lambat laun CS mengarahkan kemunculan CR.
Pengondisian operan, satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul. Pengondisian operan ini dikenal juga dengan sebutan pengondisian instrumental karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental bisa dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum perkuatan diberikan untuk tingkah laku tersebut. Skinner mengembangkan prinsip-prinsip perkuatan yang digunakan pada upaya memperoleh pola-pola tingkah laku tertentu yang dipelajari. Dalam pengondisian operan, pemberian perkuatan positif bisa memperkuat tingkah laku, sedangkan pemberian perkuatan negatif bisa memperlemah tingkah laku.
Proses kondisioning (operant conditioning) tidak jauh berbeda dari kondisioning klasik (clasic conditioning) Pavlov. Keduanya terdapat stimulus dan respons tak terkondisi serta stimulus dan respon terkondisi. Tetapi dalam percobaan pavlov anjing mengeluarkan air liur dalam kondisi pasif, sedangkan dalam percobaan Skinner tikus aktif mengubah situasi dengan menekan tombol demi tercapainya kebutuhan yaitu makanan. Menurut Skinner terdapat dua prinsip umum yang berkaitan dengan kondisioning operan, yaitu :
Setiap respons yang diikuti oleh reward →ini bekerja sebagai reinforcement stimuli → akan cenderung diulangi.
Reward atau reinforcement stimuli akan meningkatkan kecepatan (rate) terjadinya respons.

  1. Teori Modeling Bandura
Menurut Albert Bandura, proses belajar terjadi melalui peniruan (imitation) terhadap perilaku orang lain yang dilihat atau diobservasi oleh seorang anak. Kita belajar dengan mengamati apa yang dilakukan oleh orang lain. Anak melihat perilaku orang lain dan kemudian mengadopsi perilaku tersebut. Untuk membuktikan hal tersebut, Bandura (1965) melakukan sebuah penelitian terhadap sejumlah anak pra-sekolah yang dibagi atas tiga kelompok. Kepada anak-anak itu diperlihatkan sebuah film yang di dalamnya anak dapat mengobservasi seorang dewasa yang berperilaku agresif terhadap sebuah boneka yang diberi nama Bobo Doll. Kelompok pertama diperlihatkan sebuah film yang di dalamnya si model masuk ke dalam sebuah ruangan dan memukuli secara agresif Bobo Doll. Kemudia dia diberi hadiah berupa permen dan minuman botol karena perilakunya tersebut. Pada kelompok kedua diputarkan sebuah film yang di dalamnya si model masuk sebuah ruangan, kemudia memukuli Bobo Doll, tetapi kemudian si model dikritik dan diberi hukuman karena tindakan agresifnya tersebut. Pada kelompok ketiga diputarkan sebuah film yang memperlihatkan si model masuk dalam sebuah ruangan yang didalamnya terdapat ruangan boneka Bobo Doll dan yang kemudian dipukulinya secara agresif. Pada akhir film si model tidak diberi hukuman dan tidak juga mendapat hadiah. Artinya, tidak ada konsekuensi apa-apa terhadap perilaku agresifnya tersebut.
Selanjutnya, anak-anak dari ketiga kelompok yang menonton film berbeda dibicarakan sendirian dalam sebuah ruangan yang berisi banyak alat mainan, termasuk boneka Bobo Doll. Perilaku anak di observasi melalui jendela dengan kaca satu arah. Ternyata, anak-anak yang menonton film yang didalamnya perilaku aggressor mendapat hadiah (kelompok pertama) atau tidak mendapat hadian (kelompok tiga) secara spontan meniru perilaku model (aggressor). Mereka memukuli Bobo Doll itu secara agresif. Jumlah anak yang meniru tingkah laku model lebih banyak di kedua kelompok inidibandingkan dengan mereka yang menyaksikan film yang didalamnya si model mendapat hukuman (kelompok dua).
Dari penelitian Bandura tersebut dapat disimpulkan belajar melalui observasi dapat terjadi hanya dengan menonton model nya saja dan melalui observasi tersebut seorang anak dapat belajar berperilaku. Mungkin anak tidak langsung memberikan respon (perilaku) yang langsung dapat diobservasi, tetapi anak menyimpan apa yang diobservasinya tersebut dalam bentuk kognitifnya (cognitive form), bentuk kognitif ini tetap aktif dalam diri anak dan pada saat anak berada pada situasi atau kondisi yang serupa, secara spontan cognitive form tadi turut serta menentukan perilaku si anak dalam kondisi tersebut. Hal ini lah yang menyebabkan sifat-sifat dan reaksi-reaksi emosional seorang anak menyerupai reaksi emosional kedua orang tuanya. Nenk moyang kita telah menyadari hal ini secara intuitif ketika mereka merumuskan adagium, “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”.
Perilaku model yang telah diobservasi anak melalui tayangan TV, video-video (VCD/DVD), atau video game dapat menjadi bahan cognitive form si anak. Model perilaku cognitive form tersebut menjadi bahan referensi bawah sadar, yang apabila anak bertemu dnegan situasi yang serupa kelak akan memberikan respon seperti dia telah melihat bagaimana modelnya memberi respon.

  1. Teknik-teknik utama terapi tingkah laku
  1. Desensitisasi sistematik
Desensitisasi sistematik adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu. Desensitisasi diarahkan pada mengajar klien untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.
Desensitisasi sistematik juga melibatkan teknik – teknik relaksasi. Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasi.
Prosedur model pengondisian balik ini adalah sebagai berikut :
Desensitisasi sistematik dimulai dengan suatu analisis tingkah laku atas stimulus-stimulus yang bisa membangkitkan kecemasan pada suatu wilayah tertentu seperti penolakan, rasa iri, ketidaksetujuan, atau suatu fobia. Disediakan waktu untuk menyusun suatu tingkatan kecemasan-kecemasan klien dalam wilayah tertentu. Terapis menyusun suatu daftar bertingkat mengenai situasi-situasi yang kemunculannya meningkatkan taraf kecemasan atau penghindaran. Tingkatan dirancang dalam urutan dari situasi yang paling buruk yang bisa dibayangkan oleh klien kesituasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah.
Selama pertemuan-pertemuan terapeutik pertama klien diberi latihan relaksasi yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laun pengunduran otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh. Sebelum latihan relaksasi dimulai, klien diberitahu tentang cara relaksasi yang digunakan dalam desensitisasi, cara menggunakan relaksasi itu dalam kehidupan sehati-hari, dan cara mengendurkan bagian-bagian tubuh tertentu. Pemikiran dan pembayangan situasi-situasi yang membuat santai seperti duduk dipinggir danau atau berjalan-jalan ditaman yang indah, sering digunakan. Hal yang penting adalah bahwa klien mencapai keadaan tenang dan damai. Klien diminta untuk mempraktekkan relaksasi diluar pertemuan terapeutik, sekitar 30 menit lamanya setiap hari. Apabila klien telah bisa belajar untuk santai dengan cepat, maka prosedur desensitisasi bisa dimulai.
Proses desensitisasi melibatkan keadaan dimana kien sepenuhnya santai dengan mata tertutup. Terapis menceritakan serangkaian ituasi dan meminta klien untuk membayangkan dirinya berada dalam setiap situasi yang diceritakan oleh terapis itu. Situai yang netral diungkapkan dan klien diminta untuk membayangkan dirinya berada di dalamnya. Terapis bergerak mngungkapkan situasi-situasi secara bertingkat sampai klien menunjukan bahwa dia mengalami kecemasan, dan pada saat itulah pengungkapan situasi diakhiri. Treatment dianggap selesai apabila klien mampu untuk tetap santai ketika membayangkan situasi yang sebelumnya paling menggelisahkan dan menghasilkan kecemasan.
  1. Terapi implosif daan pembanjiran
Teknik-teknik pembanjiran berlandaskan paradigma mengenai penghapusan eksperimental. Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa pemberian perkuatan. Stampfl (1975) mengembangkan teknik yang berhubungan dengan teknik pembanjiran yang disebut “terapi implosif” seperti halnya dengan desensitisasi sistematik, terapi implosif berasumsi bahwa tingkah laku neurotik melibatkan penghindaran terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil kecemasan.
Stampfl (1975) mencatat beberapa contoh bagaimana terapi implosif berlangsung. Prosedur-prosedur penanganan klien mencakup :
  1. Pencarian stimulus-stimulus yang memicu gejala-gejala
  2. Menaksir bagaimana gejala-gejala berkaitan dan bagaimana gejala-gejala itu membentuk tingkah laku klien
  3. Meminta kepada klien untuk membayangkan sejelas-jelasnya apa yang dijabarkannya tanpa disertai celan atas kepantasan situasi yang dihadapinya
  4. Bergerak semakin dekat kepada ketakutan yang paling kuat yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya
  5. Mengulang prosedur-prosedur tersebut sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien
  6. Latihan asertif
Latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang :
  1. Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung
  2. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya
  3. Memiliki kesulitan untuk mengatakn “tidak”
  4. Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya
  5. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri
Shaffer dan Galinsky (1974) menerangkan bagaimana kelompok-kelompok latihan asertif atau “latiham ekspresif” dibentuk dan berfungsi. Kelompok terdiri atas delapan sampai sepuluh anggota memiliki latar belakang yang sama, dan session terapi berlangsung selama dua jam. Terapis bertindak sebagai penyelenggara dan pengarah permainan peran, pelatih, pemberi perkuatan, dan sebagai model peran. Dalam diskusi-diskusi kelompok, terapis bertindak sebagai seorang ahli, memberikan bimbingan dalam situasi-situasi permainan peran, dan memberikan umpan balik kepada para anggota.
  1. Terapi Aversi
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversial yang dimiliki oleh para behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metode-metode untuk membawa orang-orang kepada tingkah laku yang diinginkan. Sebagian besar lembaga sosial menggunakan prosedur-prosedur aversif untuk mengendalikan para anggotanya dan untuk membentuk tingkah laku individu agar sesuai dengan yang telah digariskan: perusahaan-perusahaan menggunakan pemecatan dan penangguhan pembayaran upah, sedangkan pemerintah menggunakan denda dan hukuman penjara.
  1. Pengondisian operan
Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang paling bearti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dan sebagainya. Prinsip perkuatan yang menerangkan pembentukan, pemeliharaan atau penghapusan pola-pola tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari metode-metode pengondisian operan yang mencakup :
  1. Perkuatan Positif
Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setlah tingkah laku yang diharapkan muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat baik primer (memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis) maupun sekunder (memuaskan kebutuhan–kebutuhan psikologis dan social), diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Contoh pemerkuat sekunder adalah yang bisa menjadi alat yang ampuh untuk membentuk tingkah laku yang diharapkan antara lain adalah senyuman, pujian, uang dan hadiah-hadiah. Penerapan pemberian perkuatan positif pada psikoterapi membutuhkan spesifikasi tingkah laku yang diharapkan, penemuan tentang apa agen yang memperkuat bagi individu dan penggunaan perkuatan positif secara sistematis guna memunculkan tingkah laku yang diingkan.
  1. Pembentukan Respon
Dalam pembentukan respon, tingkah laku sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respon berwujud pengemabangan suatu respon yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu.
  1. Perkuatan Intermiten
Perkuatan intermiten diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap pengahpusan disbanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus-menerus.
  1. Penghapusan
Terapis, guru dan orang tua yang menggunakan penghapusan sebagai teknik utama dalam mengahpus tingkah laku yang tidak diinginkan harus mencatat bahwa tingkah laku yang tidak diinginkan itu pada mulanya bias menjadi lebih buruk sebelum akhirnya terhapus atau dikurangi.
  1. Pencontohan
Dalam pencontohan, individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Bandura (1969) menyatakan bahwa belajar yang bias diperoleh melalui pengalaman langsung bias pula diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan social tertentu bias diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada.
  1. Token Economy
Metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuari dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bias diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bias diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bias diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang nantinya bias ditukar dengan objek-obejk atau hak istimewa yang diingini. Metode token economy sangat mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekerjaan mereka. Penggunaan tanda-tanda sebagai pemerkuat-pemerkuat bagi tingkah laku yang layak memiliki beberapa keuntunga, yaitu : 1. Tanda-tanda tidak kehilangan nilai insentifnya, 2. Tanda-tanda bisa mengurangi penundaan yang ada diantara tingkah laku yang layak dengan ganjarannya, 3. Tanda-tanda bias digunakan sebagai pengukur yang kongkret bagi motivasi individu untuk mengubah tingkah laku tertentu, 4. Tanda-tanda adalah bentuk perkuatan yang positif, 5. Individu memiliki kesempatan untuk memutuskan bagaimana menggunakan tanda-tanda yang diperolehnya, 6. Tanda-tanda cenderung menjembatani kesenjangan yang sering muncul diantara lembaga dan kehidupan sehari-hari.
CONTOH KASUS :
Contoh Kasus Teknik Perkuatan Intermiten
–          Seorang anak yang diberi pujian setiap berhasil menyelesaikan soal-soal matematika, misalnya, memiliki kecenderungan yang lebih kuat untuk berputus asa ketika menghadapi kegagalan dibanding dengan apabila si anak hanya diberi pujian sekali-sekali.
Contoh Kasus Teknik Penghapusan
–          Jika seorang anak menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belajar tingkah laku yang diinginkan.
–          Contohnya, seorang anak yang telah belajar bahwa dia dengan mengomel biasanya memperoleh apa yang diinginkan, mungkin akan memperhebat omelannya ketika permintaannya tidak segera dipenuhi. Jadi, kesabaran mengahadapi periode peralihan sangan diperlukan.
Contoh Kasus Teknik Modelling
– Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun penyajian, contoh tingkah laku ( modeling ). Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak – anak untuk menirukan tingkah laku membaca.
– Seorang pelajar melihat temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya.
– Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara peniruan yaitu meniru secara langsung. Contohnya guru membuat demostrasi cara membuat kapal terbang kertas dan pelajar meniru secara langsung.
– Contohnya anak-anak meniru tingkah laku bersorak dilapangan, jadi tingkah laku bersorak merupakan contoh perilaku di lapangan.

Sumber :
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-belajar-sosial-albert-bandura-346947.html
Corey, G. Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Terjemahan : E. Koeswara. Bandung : PT. Eresco
Gunarsa, Singgih D. 2004. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan dari Anak sampai Usia Lanjut. Jakarta : SDG
Basuki, Heru A.M. 2008. Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma

Rational Emotive Therapy

Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang Neo Freudian. Teori ini dikembangkanya ketika ia dalam praktek terapi mendapatkan bahwa sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara teoritis. Teori Rasional Emotif ini merupakan sintesis baru dari Behavior Therapy yang klasik (termasuk Skinnerian Reinforcement dan Wolpein Systematic Desensitization). Oleh karena itu Ellis menyebut terapi ini sebagai Cognitive Behavior Therapy atau Comprehensive Therapy.

Konsep ini merupakan sebuah aliran baru dari Psikoterapi Humanistik yang berakar pada filsafat eksistensialisme yang dipelopori oleh Kierkegaard, Nietzsche, Buber, Heidegger, Jaspers dan Marleu Ponty, yang kemudian dilanjutkan dalam bentuk eksistensialisme terapan dalam Psikologi dan Psikoterapi, yang lebih dikenal sebagai Psikologi Humanistik.

Pelopor dan sekaligus promotor utama dari corak konseling Rational Emotive Therapy ini adalah Albert Ellis pada tahun 1962. Sebagaimana diketahui aliran ini dilatarbelakangi oleh filsafat eksistensialisme yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk yang berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti; manusia bebas, berpikir, beernafsu, dan berkehendak.

Rational Emotive Therapy yang menolak pandangan aliran psikoanalisis yang berpandangan bahwa peristiwa dan pengalaman individu menyebabkan terjadinyagangguan emosional. Menurut Ellis bukanlah pengalaman atau peristiwa eksternalyang menimbulkan emosional, akan tetapi tergantung kepada pengertian yang diberikan terhadap peristiwa atau pengalaman itu. Gangguan emosi terjadi disebabkan pikiran-pikiran seorang yang bersifat irrasional terhadap peristiwa dan pengalaman yang dilaluinya.

Rational Emotive Therapy berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian bersifat filsafat dan sebagian bersifat psikologis, yaitu :
a) Manusia adalah makhluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga bukan makhluk yang kurang dari seorang manusia.
b) Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri.
c) Hidup secara rasional berarti berpikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif.
d) Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sekaligus untuk hidup secara tidak rasional.
e) Orang kerap berpegang pada setumpuk keyakinanyang sebenarnya kurang masuk akal atau irrasional, yang ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan kebudayaan atau diciptakan sendiri.
f) Pikiran-pikiran manusia biasanya menggunakan berbagai lambang verbal dan dituangkan dalam bentuk bahasa.
g) Bilamana seseorang merasa tidak bahagia dan mengalami berbagai gejolak perasaan yang tidak menyenangkan serta membunuh semangat hidup, rasa-rasa itu bukan berpangkal pada rentetan kejadian dan pengalaman kemalangan yang telah berlangsung, melainkan pada tanggapannya yang tidak rasional terhadap kejadian dan pengalaman itu.
h) Untuk membantu orang mencapai taraf kebahagian hidupyang lebih baik dengan hidup secara rasional.
i) Mengubah diri dalam berpikir irrasional bukan perkara yang mudah, karena orang memiliki kecenderungan untuk mempertahankan keyakinan-keyakinan yang sebenarnya tidak masuk akal, ditambah dengan perasaan cemas tentang ketidakmampuannya mengubah tingkah lakunya dan akan kehilangan berbagai keuntungan yang diperoleh dari perilakunya.
j) Konselor RET harus berusaha membantu orang menaruh perhatian wajar pada kebahagiaan batinnya sendiri tanpa menuntut secara mutlak dukungan dari orang lain.
k) Konselor harus membantu konseli mengubah pikirannya yang irrasional dengan mendiskusikannya secara terbuka dan terus terang.
l) Diskusi itu akan menghasilkan efek-efek yaitu pikiran-pikiran yang lebih rasional , perasaan yang lebih wajar, dan berperilaku yang lebih tepat dan lebih sesuai.


Tujuan Rational Emotive Therapy
Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam Rational Emotive Therapy(RET) yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : " meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik". Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.
Ringkasnya, proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional. Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:
1. Memperbaiki dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
2. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak
3. Untuk membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan Self Acceptance Klien.
4. Menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara pikir yang tidak logis itulah penyebab gangguan emosionalnya.

Teori A-B-C tentang Kepibadian
Rational Emotive Therapy dimulai dengan ABC:
A. activating experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu, seperti kesulitan-kesulitan keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal lain yang kita anggap sebagai penyebab ketidak bahagiaan.
B. beliefs, yaitu keyakinan-keyakinan, terutama yang bersifat irasional dan merusak diri sendiri yang merupakan sumber ketidakbahagiaan kita.
C. consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah karena depresi yang bersumber dari keyakinan--keyakinan kita yang keliru.

Pada dasarnya, kita merasakan sebagaimana yang kita pikirkan. Maka, alangkah lebih baiknya apabila kita selalu memiliki perasaan positif.
Tindakan paling efisien untuk membantu orang-orang dalam membuat perubahan-perubahan kepribadiannya adalah dengan mengkonfrontasikan mereka secara langsung dengan filsafat hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka bagaimana cara berfikir secara logis, sehingga mengajari mereka untuk mampu mengubah atau bahkan menghapuskan keyakinan-keyakinan irasionalnya.

Ellis menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi-kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.

Dalam pelaksanaan Rational Emotive Therapy ini, terapis harus benar-benar mengenal dirinya sendiri dengan baik, sehingga ia bisa memisahkan falsafah hidupnya dan tindak memaksakan keyakinannya pada klien. Disamping itu, terapis juga harus mengetahui timing yang tepat untuk memberikan dorongan pada klien. Terapis harus menghindari terjadinya indoktrinasi atas diri klien. Yang perlu dilakukan terapis hanyalah menyampaikan kepada klien apa yang salah dan bagaimana klien harus mengubahnya menjadi benar.

Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan kesepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me¬nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri.

Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.

Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran¬-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
1. Mengabaikan hal-hal yang positif,
2. Terpaku pada yang negatif,
3. Terlalu cepat menggeneralisasi.

Teknik Konseling
Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:
- Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a. Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.

- Teknik-teknik Behavioristik
a. Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
b. Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.

- Teknik-teknik Kognitif
a. Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
b. Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif adalah :
(a) mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya;
(b) membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
(c) mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan
(d) meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.

Kelebihan dan Kelemahan Rational Emotif Therapy
1. Kelebihan Rational Emotif Therapy
A.Pendekatan ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh konseli. Dengan demikian, perawatan juga dapat dilakukan dengan cepat.
B.Para konseli bisa memperoleh sejumlah besar pemahaman dan akan menjadi sangat sadar akan sifat masalahnya.
C. Kaedah berfikir logis yang diajarkan kepada konseli dapat digunakan dalam menghadapi masalah yang lain.
D. Konseli merasa dirinya mempunyai keupayaan intelaktual dan kemajuan dari cara berfikir.
E. Menekankan pada peletakan pemahaman yang baru di peroleh ke dalam tindakan yang memungkinan pada konseli mempraktekkan tingkah laku baru dan membantu mereka dalam pengkondisian ulang.

2. Kelemahan Rational Emotif Therapy
A. Ada konseli yang boleh ditolong melalui analisa logis dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu cerdas otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada logika.
B. Ada sebagian konseli yang begitu terpisah dari realitas sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.
C. Ada juga sebagian konseli yang memang suka mengalami gangguan emosi dan bergantung kepadanya dalam hidupnya, dan tidak mau berbuat apa-apa perubahan lagi dalam hidup mereka.
D. Karena pendekatan ini sangat didaktif, terapis perlu mengenal dirinya sendiri dengan baik dan hati – hati agar tidak hanya memaksakan filsafat hidupnya sendiri, kepada para konselinya.
E. Terapis yang tidak terlatih memandang terapi sebagai “pencecaran” konseli dengan persuasi, indoktrinasi logika dan nasehat.

SUMBER
Corey. Gerald. (2005). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Rafika Aditama

Kamis, 14 April 2016

Contoh Kasus dengan Penggunaan Person Center Therapy

Berikut ini ada contoh kasus yang biasa ditangani oleh pendekatan Person centered therapy. Misalnya, seorang remaja bahwa dia sangat sayang pada adiknya, tetapi pada suatu saat dia mulai sadar akan tingkah lakunya yang bertentangan dengan pikiran itu, karena ternyata dia sering sekali mengucapkan kata-kata iri kepada adiknya  yang selalu dibela orang tua. Padahal, terhadap adik sendiri seorang kakak tidak boleh bertindak itu. Masalah ini menunjuk pada suatu pertentangan antara siapa saya ini sebenarnya dan seharusnya menjadi orang yang bagaimana. Bilamana remaja mulai menyadari kesenjangan dan mengakui pertentangan itu, dia menghadapi keadaan dirinya sebagaimana adanya. Kesadaran yang masih samar-samar akan kesenjangan itu menggejala dalam perasaan kurang tenang dan cemas serta dalam evaluasi diri sebagai orang yang tidak pantas (worthless). Remaja ini mau untuk menerima layanan konseling dan menjalani proses konseling untuk menutup permasalahannya antara dua kutub di dalam dirinya sendiri, serta akhirnya menemukan dirinya kembali sebagai orang yang pantas (person of worth).
Pada proses terapinya, klien menjadi pusat dari terapi ini di mana terapis lebih membiarkan klien menemukan jalan keluarnya sendiri. Jadi remaja ini di buat mengerti dan paham akan masalah yang sedang dihadapinya dan terapis tidak memaksakan klien untuk menceritakan masalahnya bila klien sedang tidak ingin menceritakannya, klien hanya memberikan pandangan tentang masalah yang sedang dihadapinya sedangkan pilihan dan prosesnya klien yang menentukannya.

HUMANISTIK, PERSON CLIENT THERAPY dan LOGOTHERAPY

TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIALIS
Menurut Gerald Corey (2013:54). Psikologi eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia. dimana pendekatan ini adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Oleh karena itu, pendekatan eksistensial-humanistik bukan suatu aliranterapi, bukan pula suatu teori tunggal yang sistematik. Pendekatan terapi eksistensial juga bukan suatu pendektan terapi tunggal, malainkan suatu pendektan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang semuanya berlandasan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentangmanusia. ;ang akan diungkap berikut ini adalah konsep-konsep utama dari pendektaneksistensial yang membentuk landasan bagi praktek terapeutik.


  • Kesadaran diri.
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupanyang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berfikir dan memutuskan.


  • Kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan.
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung ja=ab bisa menimbulkan kecemasan yangmenjadi atribut dasar pada manusia.


  • Penciptaan makna
.Manusia itu unik dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.

jadi dapat disimpulkan bahwa, meskipun teori konsleing eksistensial ini tampak menyajikan sisi gelap dari gambaran hidup manusia, para eksistensialis adalah kaumhumanis. Mereka juga memliki pandangan yang optimis dan mengaku bahwa semua manusia memiliki potensi untuk menangani kondisi-kondisi tersebut dan membuat hidupnya menjadi bermakna.

UNSUR-UNSUR TERAPI: 
1. munculnya gangguan
Model humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.
2. Tujuan Terapi
-  Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
- Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. membantu klien     menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri.
-  Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.
3. Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
•Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
•Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
•Mengakui sifat timbale balik dari hubungan terapeutik.
•Berorientasi pada pertumbuhan
•Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
•Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
•Memandang terapis sebagai model, bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
•Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
•Bekerja kea rah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.


TEKNIK TERAPI:
Proses konseling Konseling eksistensial menggambarkan suatu bentuk aliansi terapeutik antarakonselor dan konseli. Dalam proses ini, konselor eksistensial mendorong kebebasandan tanggung jawab, mendorong konseli untuk menangani kecemasan, danmendorong munculnya upaya-upaya untuk membuat pilihan yang bermakna. Konseling eksistensialis tidak memusatkan perhatian pada masalah atau pada krisis tetapi lebihmenekankan pada usaha membangun aliansi terapeutik yang mendalam. Ini menyebabkan proses konseling hampir tidak terbatasi oleh waktu atau kesibukan.Meskipun demikian, proses konseling umumnya dimulai oleh pemahaman konselor terhadap konseli dan kesadaran konseli tentang diri dan lingkungannya




PERSON CENTERED THERAPY
KONSEP DASAR PANDANGAN CARL ROGER
Terapi person centered merupakan model terapi berpusat pribadi yang dipelopori dan dikembangkan oleh psikolog humanistis Carl R. Rogers. Ia memiliki pandangan dasar tentang manusia, yaitu bahwa pada dasarnya manusia itu bersifat positif, makhluk yang optimis, penuh harapan, aktif, bertanggung jawab, memiliki potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh belenggu masa lalu), dan berorientasi ke masa yang akan datang dan selalu berusaha untuk melakukan self fullfillment (memenuhi kebutuhan dirinya sendiri untuk bisa beraktualisasi diri). Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dan menjadi dasar pemikiran dalam praktek terapi person centered. Menurut Roger konsep inti terapi person centered adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Berdasarkan sejarahnya, terapi yang dikembangkan Rogers ini mengalami beberapa perkembangan. Pada mulanya dia mengembangkan pendekatan konseling yang disebut non-directive counseling (1940). Pendekatan ini sebagai reaksi terhadap teori-teori konseling yang berkembang saat itu yang terlalu berorientasi pada konselor atau directive counseling dan terlalu tradisional. Pada 1951 Rogers mengubah namanya menjadi client-centered therapy sehubungan dengan perubahan pandangan tentang konseling yang menekankan pada upaya reflektif terhadap perasaan klien. Kemudian pada 1957 Rogers mengubah sekali lagi pendekatannya menjadi konseling yang berpusat pada person (person centred therapy), yang memandang klien sebagai partner dan perlu adanya keserasian pengalaman baik pada klien maupun terapis. Terapi ini memperoleh sambutan positif dari kalangan ilmuwan maupun praktisi, sehingga dapat berkembang secara pesat. Hingga saat ini, terapi ini masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan.
Pendekatan terapi person centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya.

Menurut Roger konsep inti terapi person centered adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Berdasarkan sejarahnya, terapi yang dikembangkan Rogers ini mengalami beberapa perkembangan. Pada mulanya dia mengembangkan pendekatan konseling yang disebut non-directive counseling (1940). Pendekatan ini sebagai reaksi terhadap teori-teori konseling yang berkembang saat itu yang terlalu berorientasi pada konselor atau directive counseling dan terlalu tradisional. Pada 1951 Rogers mengubah namanya menjadi client-centered therapy sehubungan dengan perubahan pandangan tentang konseling yang menekankan pada upaya reflektif terhadap perasaan klien. Kemudian pada 1957 Rogers mengubah sekali lagi pendekatannya menjadi konseling yang berpusat pada person (person centred therapy), yang memandang klien sebagai partner dan perlu adanya keserasian pengalaman baik pada klien maupun terapis. Terapi ini memperoleh sambutan positif dari kalangan ilmuwan maupun praktisi, sehingga dapat berkembang secara pesat. Hingga saat ini, terapi ini masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan.
Pendekatan terapi person centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Terapi ini berfokus pada bagaimana membantu dan mengarahkan klien pada pengaktualisasian diri untuk dapat mengatasi permasalahannya dan mencapai kebahagiaan atau mengarahkan individu tersebut menjadi orang yang berfungsi sepenuhnya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan.
Terapi ini cocok untuk orang-orang dengan masalah psikologis yang ada ketidakbahagiaan dalam dirinya, mereka biasanya akan mengalami masalah emosional dalam hubungan dikehidupannya, sehingga menjadi orang yang tidak berfungsi sepenuhnya. Contohnya orang-orang yang merasakan penolakan dan pengucilan dari yang lain, pengasingan yakni orang yang tidak memperoleh penghargaan secara positif dari orang lain, ketidakselarasan antara pengalaman dan self (tidak kongruensi), mengalami kecemasan yang ditunjukkan oleh ketidakkonsistenan mengenai konsep dirinya, defensive, dan berperilaku yang salah penyesuaiannya.
UNSUR-UNSUR TERAPI :
. Munculnya Gangguan 
Hambatan atas pertumbuhan psikologis terjadi saat seseorang mengalami penghargaan bersyarat,  inkongruensi, sikap defensif, dan disorganisasi.

Penghargaan bersyarat dapat berakibat pada kerentanan, kecemasan, dan ancaman serta menghambat manusia dari merasakan penerimaan positif yang tidak bersyarat. Inkongruensi berkembang saat diri orgasmik dan diri yang dirasakan tidak selaras. Saat diri organismik dan diri yang dirasakan tidak kongruen, manusia cenedrung menjadi defensif serta menggunakan distorsi dan penyangkalan sebagai usaha untuk mengurangi inkongruensi. Manusia yang mengalami disorganisasi saat distorsi dan penyangkalan tidak cukup untuk menahan inkongruensi. Orang-orang yang cenderung tidak menyadari inkongruensi mereka, memungkinkan untuk merasa lebih cemas, terancam, dan defensif.

2. Tujuan Terapi
 Rogers (1980) memberikan penjelasan sesuai dengan logika bahwa ketika seseorang merasakan sendiri bahwa mereka dihargai dan diterima tanpa syarat, mereka menyadari bahwa mungkin untuk pertama kalinya mereka dapat dicintai. Sehingga, tujuan dari person-centered therapy adalah untuk membuat klien/pribadi seseorang dapat menghargai dan menerima diri mereka sendiri dan untuk mempunyai penerimaan positif yang tidak bersyarat terhadap diri mereka. 

3. Peran Terapis
Dalam pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien.

Agar peran ini dapat dipertahankan dan tujuan dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim atau kondisi yang mampu menumbuhkan hubungan konseling.

Selain peranan diatas, peranan utama konselor adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang pada dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan cara menciptakan hubungan konseling yang hangat. Dalam suasana yang demikian, konselor merupakan agen pembangunan yang mendorong terjadinya perubahan pada diri klien tanpa konselor sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam proses perubahan tersebut.

TEKNIK-TEKNIK TERAPI:
Menurut Rogers (dalam Flanagan & Flanagan, 2004: 183) konselor harus memiliki tiga sikap dasar dalam memahami dan membantu konseli, yaitu
congruence, unconditional positive regard,
dan  accurate empathic understanding 
. a.Congruence

Konsep yang dimaksud Rogers adalah bagaimana konselor tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terintegrasi selama pertemuan konseling. konselor tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsif terhadap konseli.  b.

Unconditional positive regard 

Perhatian tak bersayarat tidak dicampuri oleh evaluasi atau  penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku konseli sebagai hal yang buruk atau baik. Semakin besar derajat kesukaan,  perhatian dan penerimaan hangat terhadap konseli, maka semakin besar  pula peluang untuk menunjung perubahan pada konseli.

c. Accurate empathic understanding 

Sikap ini merupakan sikap yang krusial, dimana konselor benar- benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam  berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif konseli. Tugas konselor adalah membantu kesadaran konseli terhadap  perasaan-perasaan yang dialami. Rogers percaya bahwa apabila konselor mampu menjangkau dunia pribadi konseli sebagaimana dunia  pribadi itu diamati dan dirasakan oleh konseli, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari konseli, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi. 






LOGOTHERAPY
Pandangan Frankl tentang kesehatan psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti. Frankl berpendapat bahwa manusia harus dapat menemukan makna hidupnya sendiri dan kemudian setelah menemukan mencoba untuk memenuhinya. Bagi Frankl setiap kehidupan mempunyai makna dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl yang dinamakan logoterapi.

Logoterapi memiliki tiga konsep dasar, yaitu:
1. Keinginan Akan Makna
Istilah tema utama logoterapi adalah karakteristik eksitensi manusia, dengan makna hidup sebagai inti teori. Menurut Frankl yang paling dicari dan diinginkan manusia dalam hidupnya adalah makna, yaitu makna yang didapat dari pengalaman hidupnya baik dalam keadaan senang ataupun dalam penderitaan. 

Konsep keinginan kepada makna (the will to meaning) inilah menjadi motivasi utama kepribadian manusia (Frankl, 1977). Sebutan the will to meaning sengaja dibedakan Frankl dengan sebutan the drive to meaning karena makna dan nilai-nilai hidup tidak mendorong (to push, to drive) tetapi seakan-akan menarik (to pull) dan menawar (to offer) manusia untuk memenuhi kenyataan hidup, yang menurutnya pula tidaklah menyediakan keseimbangan tanpa tegangan, tetapi justru menawarkan suatu tegangan khusus, yaitu tegangan kenyataan diri pada waktu sekarang dan makna-makna yang harus dipenuhi: Bring us to Meaning. Diantara kedua hal itulah proses pengembangan pribadi berlangsung.

2. Kebebasan Berkeinginan
 Konsep kebebasan berkeinginan (freedom of will), mengacu pada kebebasan manusia untuk menentukan sikap (freedom to take a stand) terhadap kondisi-kondisi biologis, psikologi, dan sosiokultural. Kualitas ini adalah khas insani yang bukan saja merupakan kemampuan untuk mengambil jarak (to detach) terhadap berbagai kondisi lingkungan, melainkan juga kondisi diri sendiri (self-detachment). Dalam pandangan logoterapi, kebebasan disini adalah kebebasan yang bertanggung jawab agar tidak berkembang menjadi kesewenangan.

3. Makna Hidup
Konsep makna hidup adalah hal-hal yang memberikan arti khusus bagi seseorang yang apabila berhasil dipenuhi akan menyebabkan kehidupannya dirasakan berarti dan berharga, sehingga akan menimbulkan penghayatan bahagia (happiness).
Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapa pun, tetapi harus dicari dan ditemukan sendiri. Orang lain hanya dapat menunjukkan hal-hal yang potensial bermakna, akan tetapi kembali kepada orang itu sendiri untuk menentukan apa yang ditanggapinya.

Makna yang kita cari memerlukan tanggung jawab pribadi. Bukan orang lain atau sesuatu yang lain, bukan orang tua, teman, atau bangsa yang dapat memberi kita pengertian tentang arti dan maksud dalam hidup kita.
UNSUR-UNSUR LOGOTHERAPY

1. Munculnya Gangguan
a. Neurosis somatogenik, yaitu gangguan perasaan yang berkaitan dengan ragawi
b. Neurosis psikogenik, yaitu gangguan perasaan yang berasal dari hambatan-hambatan psikis
c. Neurosis noogenik, yaitu gangguan neurosis yang disebabkan tidak terpenuhinya hasrat untuk hidup bermakna
 
2. Tujuan Terapi
Tujuan utama logoterapi adalah meraih hidup bermakna dan mampu mengatasi secara efektif berbagai kendala dan hambatan pribadi. Hal ini diperoleh dengan jalan menyadari dan memahami serta merealisasikan berbagai potensi sumber daya kerohanian yang dimiliki setiap orang yang sejauh ini mungkin terhambat dan terabaikan.

Selain itu, logoterapi juga bertujuan untuk menolong pasien menemukan tujuan dan maksud dalam hidupnya dengan memperlihatkan bernilainya tanggung jawab dan tugas-tugas tertentu. 

3. Peran Terapis
a. Terapis harus menunjukkan kepada klien bahwa setiap manusia mempunyai tujuan yang unik yang dapat tercapai dengan suatu cara tertentu.
b. Terapis berusaha membuat klien menyadari secara penuh tanggung jawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk apa, kepada apa, atau kepada siapa dia harus bertanggung jawab.
c. Terapis tidak tergoda untuk menghakimi klien-kliennya, karena dia tidak pernah membiarkan seorang klien melemparkan tanggung jawab kepada terapis untuk menghakiminya.

TEKNIK-TEKNIK LOGOTHERAPY

1. Teknik Intensi Paradoksikal (Perlawanan Terhadap Niat)
 Teknik ini didasarkan pada dua fakta, yaitu (1) rasa takut bisa menyebabkan terjadinya hal yang ditakutkan (2) keinginan yang berlebihan bisa membuat keingginan tersebut tidak terlaksana.

Dalam kasus-kasus fobia, teknik ini berusaha mengubah sikap penderita yang semula serba takut menjadi akrab dengan objek yang justru ditakutinya. Sedangkan pada kasus-kasus obsesi dan kompulsi, yang biasanya penderita menahan dan mengendalikan secara ketat dorongan-dorongan agar tidak muncul, penderita justru diminta untuk secara sengaja mengharapkan agar dorongan-dorongan itu benar-benar mencetus. 

Intensi paradoksikal juga dapat diterapkan kepada penderita insomnia. Rasa takut tidak bisa tidur memicu keinginan berlebihan untuk tidur, yang malah membuat pasien malah tidak bisa tidur. Untuk mengatasi ketakutan ini, biasanya Frankl menganjurkan si pasien untuk mencoba tidak tidur, tetapi melakukan yang sebaliknya, artinya berusaha sebisa mungkin untuk tetap bangun. Dengan kata lain, keinginan yang sangat besar untuk tidur yang muncul akibat rasa cemas yang diantisipasi bahwa dia tidak bisa tidur, harus diganti dengan keinginan sebaliknya untuk tidak tidur, akibatnya si pasien akan segera tertidur.

 Selain itu, teknik ini mempunyai keterbatasan yang perlu diperhatikan, yakni mempunyai kontra indikasi dengan depresi, terutama kasus depresi dengan kecenderungan bunuh diri. Maksudnya, bila teknik ini diterapkan pada kasus depresi dengan keinginan bunuh diri, maka kemungkinan besar justru akan mendorong penderita untuk benar-benar melakukan tindakan bunuh diri. Oleh karena itu, jangan sekali-kali menerapkan teknik ini untuk kasus depresi.

2. Derefleksi
 Seperti halnya intensi paradoksikal, teknik derefleksi pun memanfaatkan kualitas-kualitas insani dalam gangguan neurosis. Bedanya, jika intensi paradoksikal memanfaatkan kemampuan mengambil jarak terhadap diri sendiri dan seakan-akan memandangnya dari luar, maka derefleksi memanfaatkan kemampuan transedensi diri yang ada dalam diri setiap orang.

Frankl kemudian mengatakan bahwa refleksi berlebihan bisa diatasi dengan teknik derefleksi. Sebab, jika intensi paradoksikal dirancang untuk mengatasi kecemasan antisipatori, derefleksi dirancang untuk bisa mengatasi kompulsi kepada observasi diri atau pemaksaan ke arah pengamatan diri sendiri. Dengan demikian, jika intensi paradoksikal menggunakan pola right passivity, derefleksi menggunakan pola right activity.

3. Bimbingan Rohani
 Bimbingan rohani merupakan salah satu teknik logoterapi yang mula-mula banyak diterapkan dalam dunia medis, khusunya untuk kasus-kasus somatogenik. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, prinsip-prinsip ini diamalkan juga oleh profesi lain dalam kasus-kasus tragis non-medis yang tak dapat dihindari lagi. Pendekatan ini memanfaatkan kemampuan insani untuk mengambil sikap terhadap keadaan diri sendiri dan keadaan lingkungan yang tak mungkin diubah lagi.

Bimbingan rohani kiranya dapat dilihat sebagai ciri paling menonjol dari logoterapi sebagai psikoterapi berwawasan spiritual. Sebab, bimbingan rohani merupakan metode yang secara eksklusif diarahkan pada unsur rohani atau roh, dengan sasaran penemuan makna oleh individu atau klien melalui realisasi nilai-nilai bersikap. Jelasnya, bimbingan rohani merupakan metode yang khusus digunakan pada penangan kasus dimana individu dalam penderitaan karena penyakit yang tidak bisa disembuhkan atau nasib buruk yang tidak mampu lagi untuk berbuat selain menghadapi penderitaan itu.

Melalui bimbingan rohani, individu yang menderita didorong ke arah merealisasi nilai-nilai bersikap, menunjukkan sikap positif terhadap penderitaannya, sehingga ia bisa menemukan makna dibalik penderitaannya.

4. Existential Analysis
 Teknik ini sangat luas dan luwes, serta memberikan keleluasaan kepada para logoterapis untuk secara kreatif mengembangkan sendiri metode dan teknik-tekniknya.