Selasa, 08 November 2016

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Dan CONTOH KASUS

Secara objektif, seseorang dapat dikatakan mengalami kejadian yang dapat 
menimbulkan trauma (kejadian traumatis) jika mereka terpapar pada kejadian yang
melibatkan kematian, luka serius atau adanya ancaman terhadap fisik diri sendiri
maupun orang lain. Sedangkan secara subyektif, suatu kejadian menjadi 
pengalaman traumatis ketika seseorang berespon dengan perasaan takut, 
tidak berdaya atau kengerian (Allen, 2005).
 
Sangatlah wajar jika seseorang yang mengalami kejadian yang mengancam 
keselamatan dan nyawanya merasakan ketakutan atau reaksi stres. Akan tetapi, 
apakah setiap orang yang mengalami kejadian ini pasti mengalami trauma? 
Reaksi stres akibat kejadian yang mengancam keselamatan dan nyawa seseorang
dapat berkembang menjadi suatu gangguan secara psikologis. Di dalam ilmu psikologi
sendiri, gangguan yang terjadi sebagai akibat dari adanya pengalaman traumatis disebut
dengan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Post Traumatic Stress Disorder adalah gangguan kecemasan yang dapat terbentuk dari sebuah peristiwa atau pengalaman yang menakutkan/mengerikan, sulit dan tidak menyenangkan dimana terdapat penganiayaan fisik atau perasaan terancam(American Psychological Association, 2004). Terdapat sejumlah tanda-tanda dimana
seseorang mungkin mengalami PTSD, antara lain :
 
1. Mengalami kembali kejadian traumatis secara terus menerus dalam bentuk :
    a) Bayangan, pikiran dan ingatan kejadian secara terus menerus dan menyebabkan stres.
    b) Mimpi-mimpi mengenai kejadian secara berulang
    c) Ilusi / halusinasi terkait kejadian
    d) Merasa stres / muncul respon fisik (seperti misalnya berkeringat dingin, jantung
        berdegup kencang) saat mengingat, menemui hal-hal yang berkaitan atau
        melambangkan kejadian traumatis
2. Adanya upaya untuk menghindari pikiran, perasaan, percakapan, aktivitas, tempat atau 
    orang-orang) yang berkaitan dengan kejadian traumatis.
3. Tidak mampu untuk mengingat aspek-aspek penting dari kejadian traumatis
4. Kehilangan minat atau partisipasi dalam aktivitas-aktivitas yang sebelumnya biasa dilakukan
5. Adanya peningkatan rangsangan secara terus menerus (dimana hal ini tidak terjadi sebelum 
    kejadian traumatis), dalam bentuk :
    a) Sulit untuk tidur atau tidur secara berlebihan
    b) Menjadi mudah marah
    c) Sulit berkonsentrasi
    d) Menjadi lebih waspada secara berlebihan
    e) Sering merasa terkejut / kaget secara berlebihan
 
Selain mengalami sejumlah hal-hal diatas, biasanya seseorang yang mengalami PTSD 
kesehariannya dan aktivitas sosialnya juga menjadi terganggu. Ada baiknya menemui psikolog
apabila anda atau orang-orang di sekitar anda yang pernah mengalami kejadian traumatis 
menunjukkan sejumlah tanda-tanda diatas setelah agar mendapatkan penanganan yang tepat. 
Jadi, seseorang yang baru saja mengalami musibah atau bencana memang mengalami kejadian
traumatis, namun tidak dapat serta merta dikatakan mengalami trauma (PTSD). Semoga kita
semua dapat menjadi lebih bijak dalam mempergunakan kata trauma. 

Contoh kasus 1 adalah :
ketika seorang mantan veteran yang selamat, pernah menjadi pasukan perang dalam sebuah konflik peperangan yang menimbulkan banyak kematian jiwa. sehingga setelah dia selesai dari masa tugas nya tersebut  dia masih sering dibayang-bayangi oleh kejadian yang mengerikan seperti suara tembakan, ledakan bom, dan bertemu dengan korban-korban perang. sehingga dia merasa hidupnya tidak aman dan selalu harus waspada secara berlebihan.
 
Contoh kasus 2 adalah :
Seseorang yang tidak ingin menjalani hubungan percintaan dengan lawan jenis dikarenakan pengalaman sebelumnya yang buruk karena dia pernah dikecewakan atau disakiti oleh pasangannya.

Dari contoh kasus diatas, kita dapat membantu klien dengan mengikuti serangkaian psikoterapi seperti : Cognitive-Behavioral Therapy (Terapi Kognitif-Perilaku)Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) untuk PTSD berfokus pada bagaimana mengubah cara pandang seseorang dalam menilai dan menanggapi situasi, pikiran, perasaan, serta perilaku tidak sehat yang berasal dari pikiran dan perasaannya.
a.         Menerapkan Prinsip Dasar Penanganan Stress pada Phase Emergensi:
·               Membantu survivor (dalam hal ini adalah korban) untuk istirahat dan tidur untuk pemulihan kondisi tubuh
·               Menyiapkan area yang aman untuk interaksi antar personal.
·               Menangani dengan segera kondisi dan kesehatan fisik.
·               Membantu dalam mencari dan memastikan keselamatan anggota keluarganya
·               Membantu menghubungkan survivor dengan keluarga, orang yang dicintai, atau pihak-pihak yang dapat membantu lainnya
·               Membantu survivor untuk mengambil langkah praktis mengatasi masalah aktual dan kembali ke kehidupan semula
·               Membantu memfasilitasi kehidupan normal yang menyangkut keluarga, komunitas, sekolah, dan pekerjaan
·               Memberikan kesempatan untuk mengekspresikan kesedihannya
·               Membantu survivor menurunkan tekanan masalah, kecemasan, atau kesedihannya hingga ke level yang dapat dikelolanya
·               Membantu penolong pertama survivor melalui konsultasi dan training tentang pola umum reaksi stress dan teknik pengelolaan stress.
b.        Menetapkan Prioritas
Membantu melindungi survivor dari luka atau terpaan stimulus traumatik selanjutnya dengan cara :
·               Memberikan tempat perlindungan yang memisahkan mereka dari stimulus-stimulus tersebut.
·               Melindungi mereka dari media atau orang-orang yang sekedar ingin tahu.
c.         Memberikan bantuan dan pengarahan
Survivor biasanya kehilangan arah, shock, atau mengalami dissosiasi.
Membantu mengarahkan mereka untuk menjauh dari:
·               Area kerusakan/tempat kejadian
·               Survivor lain yang terluka
·               Bahaya yang terus berlangsung
d.        Memberi kesempatan untuk berinteraksi
Hubungan sosial adalah elemen penting bagi proses pemulhan.
·               Ketika berinteraksi dengan survivor, agar diciptakan situasi dan memberi dia kesempatan untuk mengalami kembali nilai-nilai sosial untuk saling menolong dan menanamkan nilai-nlai kebaikan.
·               Membantu survivor untuk dapat berhubungan dengan orang yang dicintai, memberikan informasi yang akurat dan memadai, tempat dimana mereka bisa mendapatkan dukungan tambahan
e.         Penanganan segera & perawatan penderita akut
·               Survivor yang menunjukkan reaksi stress panik yang berlebihan perlu mendapatkan intervensi dengan segera.
·               Upayakan untuk menangkap tanda-tanda fisik berupa gemetar, berteriak-teriak marah, agitasi, sikap tubuh seperti robot yang menandakan panik atau kesedihan mendalam.
·               Segera lakukan pendekatan terapeutik, pastikan keselamatannya, upayakan untuk  mendengarkan dan menghargai pengalamannya, dan menunjukkan empathi. Pertolongan medis mungkin juga dibutuhkan jika ada.
·               Kehadiran anda dapat meredakan penderitaan survivor yang panik atau sedih mendalam:
·               Upayakan untuk mendampingi atau menyiapkan orang yang dapat selalu berada di dekatnya sampai perasaannya reda.
f.          Penanganan Gangguan Berat
                Ditangani secara intensif oleh Psikiater dan didampingi oleh Psikolog.
                Dapat dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa atau berobat Jalan.
                Dilakukan Evaluasi Setiap Bulan Sekali.
                Dipindahkan kedalam program Penanganan Gangguan Sedang apabila hasil Evaluasi menunjukkan demikian.
g.        Penanganan Gangguan Sedang
                Ditangani secara intensif oleh Psikolog melalui Konseling Individual.
                Dilakukan dalam ruangan khusus yang memenuhi syarat untuk dilaksanakan konseling.
                Diberikan pekerjaan-pekerjaan ringan yang disukainya.
                Dilakukan evaluasi satu kali setiap bulan. 




Sumber :
Allen, J.G. (2005). Coping With Trauma: Hope Through Understanding (2nd ed). Washington DC:
American Psychiatric Publishing, Inc 
http://www.amazine.co/39060/4-terapi-untuk-mengatasi-post-traumatic-stress-disorder/ 
http://www.dispsiad.mil.id/index.php/en/publikasi/artikel/221-post-traumatic-stress-disorder-ptsd