TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIALIS
Menurut Gerald Corey
(2013:54). Psikologi eksistensial
humanistik berfokus pada kondisi manusia. dimana pendekatan ini
adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman
atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempengaruhi
klien. Oleh karena itu, pendekatan eksistensial-humanistik bukan suatu aliranterapi, bukan pula suatu teori tunggal yang
sistematik. Pendekatan terapi eksistensial juga bukan suatu
pendektan terapi tunggal, malainkan suatu pendektan yang mencakup terapi-terapi
yang berlainan yang semuanya berlandasan konsep-konsep dan asumsi-asumsi
tentangmanusia. ;ang akan diungkap berikut
ini adalah konsep-konsep utama dari pendektaneksistensial yang membentuk
landasan bagi praktek terapeutik.
Manusia memiliki kesanggupan untuk
menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupanyang unik dan nyata yang
memungkinkan manusia mampu berfikir dan memutuskan.
- Kebebasan, tanggung jawab dan
kecemasan.
Kesadaran atas
kebebasan dan tanggung ja=ab bisa menimbulkan kecemasan yangmenjadi atribut dasar pada manusia.
.Manusia itu unik dalam arti bahwa
dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan
memberikan makna bagi kehidupan.
jadi dapat
disimpulkan bahwa, meskipun teori konsleing eksistensial ini tampak menyajikan sisi gelap dari gambaran hidup
manusia, para eksistensialis adalah kaumhumanis. Mereka juga memliki pandangan
yang optimis dan mengaku bahwa semua manusia
memiliki potensi untuk menangani kondisi-kondisi tersebut dan membuat hidupnya menjadi
bermakna.
UNSUR-UNSUR TERAPI:
1. munculnya
gangguan
Model humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi
awalnya menarik sebagian besar konsep-konsep dari filsafat eksistensial,
menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas
pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan
sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial menjadi, kebebasan,
tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi yang pada gilirannya
memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian
makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi
tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga
sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat
terapi.
2. Tujuan Terapi
-
Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan
pertumbuhan.
- Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi
pribadi. membantu klien menemukan dan menggunakan
kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri.
- Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas
arah kehidupan sendiri.
3. Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik
memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
•Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
•Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
•Mengakui sifat timbale balik dari hubungan terapeutik.
•Berorientasi pada pertumbuhan
•Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai
suatu pribadi yang menyeluruh.
•Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir
terletak di tangan klien.
•Memandang terapis sebagai model, bisa secara implicit
menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
•Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan
untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
•Bekerja kea rah mengurangi kebergantungan klien serta
meningkatkan kebebasan klien.
TEKNIK TERAPI:
Proses konseling Konseling eksistensial menggambarkan
suatu bentuk aliansi terapeutik antarakonselor dan konseli. Dalam proses ini, konselor eksistensial mendorong kebebasandan tanggung jawab, mendorong konseli untuk menangani kecemasan, danmendorong munculnya upaya-upaya untuk membuat pilihan
yang bermakna. Konseling eksistensialis tidak memusatkan perhatian pada masalah atau pada krisis tetapi lebihmenekankan pada usaha membangun aliansi terapeutik yang mendalam. Ini menyebabkan
proses konseling hampir tidak terbatasi oleh waktu atau kesibukan.Meskipun demikian, proses konseling umumnya dimulai
oleh pemahaman konselor terhadap konseli dan kesadaran konseli tentang diri
dan lingkungannya
PERSON
CENTERED THERAPY
KONSEP DASAR PANDANGAN
CARL ROGER
Terapi person
centered merupakan model terapi berpusat pribadi yang dipelopori dan
dikembangkan oleh psikolog humanistis Carl R. Rogers. Ia memiliki pandangan
dasar tentang manusia, yaitu bahwa pada dasarnya manusia itu bersifat positif,
makhluk yang optimis, penuh harapan, aktif, bertanggung jawab, memiliki potensi
kreatif, bebas (tidak terikat oleh belenggu masa lalu), dan berorientasi ke
masa yang akan datang dan selalu berusaha untuk melakukan self
fullfillment (memenuhi kebutuhan dirinya sendiri untuk bisa
beraktualisasi diri). Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dan menjadi
dasar pemikiran dalam praktek terapi person centered. Menurut Roger
konsep inti terapi person centered adalah konsep tentang diri dan konsep
menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Berdasarkan sejarahnya, terapi yang dikembangkan Rogers ini mengalami beberapa
perkembangan. Pada mulanya dia mengembangkan pendekatan konseling yang disebut non-directive
counseling (1940). Pendekatan ini sebagai reaksi terhadap teori-teori
konseling yang berkembang saat itu yang terlalu berorientasi pada konselor
atau directive counseling dan terlalu tradisional. Pada 1951
Rogers mengubah namanya menjadi client-centered therapy sehubungan
dengan perubahan pandangan tentang konseling yang menekankan pada upaya
reflektif terhadap perasaan klien. Kemudian pada 1957 Rogers mengubah sekali
lagi pendekatannya menjadi konseling yang berpusat pada person (person
centred therapy), yang memandang klien sebagai partner dan perlu adanya
keserasian pengalaman baik pada klien maupun terapis. Terapi ini memperoleh
sambutan positif dari kalangan ilmuwan maupun praktisi, sehingga dapat
berkembang secara pesat. Hingga saat ini, terapi ini masih relevan untuk
dipelajari dan diterapkan.
Pendekatan terapi person centered menekankan pada kecakapan klien untuk
menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya.
Menurut Roger
konsep inti terapi person centered adalah konsep tentang diri dan konsep
menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Berdasarkan sejarahnya, terapi yang dikembangkan Rogers ini mengalami beberapa
perkembangan. Pada mulanya dia mengembangkan pendekatan konseling yang disebut non-directive
counseling (1940). Pendekatan ini sebagai reaksi terhadap teori-teori
konseling yang berkembang saat itu yang terlalu berorientasi pada konselor
atau directive counseling dan terlalu tradisional. Pada 1951
Rogers mengubah namanya menjadi client-centered therapy sehubungan
dengan perubahan pandangan tentang konseling yang menekankan pada upaya
reflektif terhadap perasaan klien. Kemudian pada 1957 Rogers mengubah sekali
lagi pendekatannya menjadi konseling yang berpusat pada person (person
centred therapy), yang memandang klien sebagai partner dan perlu adanya
keserasian pengalaman baik pada klien maupun terapis. Terapi ini memperoleh
sambutan positif dari kalangan ilmuwan maupun praktisi, sehingga dapat
berkembang secara pesat. Hingga saat ini, terapi ini masih relevan untuk
dipelajari dan diterapkan.
Pendekatan terapi person centered menekankan pada kecakapan klien untuk
menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Terapi
ini berfokus pada bagaimana membantu dan mengarahkan klien pada
pengaktualisasian diri untuk dapat mengatasi permasalahannya dan mencapai
kebahagiaan atau mengarahkan individu tersebut menjadi orang yang berfungsi
sepenuhnya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut
konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,
dan hakekat kecemasan.
Terapi ini cocok untuk orang-orang dengan masalah psikologis yang ada
ketidakbahagiaan dalam dirinya, mereka biasanya akan mengalami masalah
emosional dalam hubungan dikehidupannya, sehingga menjadi orang yang tidak
berfungsi sepenuhnya. Contohnya orang-orang yang merasakan penolakan dan
pengucilan dari yang lain, pengasingan yakni orang yang tidak memperoleh
penghargaan secara positif dari orang lain, ketidakselarasan antara pengalaman
dan self (tidak kongruensi), mengalami kecemasan yang ditunjukkan
oleh ketidakkonsistenan mengenai konsep dirinya, defensive, dan berperilaku
yang salah penyesuaiannya.
UNSUR-UNSUR
TERAPI :
. Munculnya Gangguan
Hambatan atas pertumbuhan psikologis
terjadi saat seseorang mengalami penghargaan bersyarat, inkongruensi,
sikap defensif, dan disorganisasi.
Penghargaan bersyarat dapat
berakibat pada kerentanan, kecemasan, dan ancaman serta menghambat manusia dari
merasakan penerimaan positif yang tidak bersyarat. Inkongruensi berkembang saat
diri orgasmik dan diri yang dirasakan tidak selaras. Saat diri organismik dan
diri yang dirasakan tidak kongruen, manusia cenedrung menjadi defensif serta
menggunakan distorsi dan penyangkalan sebagai usaha untuk mengurangi
inkongruensi. Manusia yang mengalami disorganisasi saat distorsi dan penyangkalan
tidak cukup untuk menahan inkongruensi. Orang-orang yang cenderung tidak
menyadari inkongruensi mereka, memungkinkan untuk merasa lebih cemas, terancam,
dan defensif.
2. Tujuan Terapi
Rogers (1980) memberikan penjelasan sesuai dengan logika bahwa
ketika seseorang merasakan sendiri bahwa mereka dihargai dan diterima tanpa
syarat, mereka menyadari bahwa mungkin untuk pertama kalinya mereka dapat
dicintai. Sehingga, tujuan dari person-centered therapy adalah untuk
membuat klien/pribadi seseorang dapat menghargai dan menerima diri mereka
sendiri dan untuk mempunyai penerimaan positif yang tidak bersyarat terhadap
diri mereka.
3. Peran Terapis
Dalam pandangan Rogers, konselor
lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam
hubungan konseling, konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada
klien untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan persepsinya, dan
konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien.
Agar peran ini dapat dipertahankan dan
tujuan dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim atau kondisi yang
mampu menumbuhkan hubungan konseling.
Selain peranan diatas, peranan utama
konselor adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang pada
dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan cara
menciptakan hubungan konseling yang hangat. Dalam suasana yang demikian,
konselor merupakan agen pembangunan yang mendorong terjadinya perubahan pada
diri klien tanpa konselor sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam
proses perubahan tersebut.
TEKNIK-TEKNIK
TERAPI:
Menurut Rogers (dalam Flanagan &
Flanagan, 2004: 183) konselor harus memiliki tiga sikap dasar dalam memahami
dan membantu konseli, yaitu
congruence, unconditional positive
regard,
dan accurate empathic understanding
. a.Congruence
Konsep
yang dimaksud Rogers adalah bagaimana konselor tampil nyata, utuh, otentik dan
tidak palsu serta terintegrasi selama pertemuan konseling. konselor tidak
diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara
impulsif terhadap konseli. b.
Unconditional positive regard
Perhatian tak bersayarat tidak
dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan
tingkah laku konseli sebagai hal yang buruk atau baik. Semakin besar derajat
kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap konseli, maka semakin
besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada konseli.
c. Accurate empathic
understanding
Sikap ini merupakan sikap yang
krusial, dimana konselor benar- benar dituntut untuk menggunakan kemampuan
inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman
subjektif konseli. Tugas konselor adalah membantu kesadaran konseli terhadap
perasaan-perasaan yang dialami. Rogers percaya bahwa apabila konselor
mampu menjangkau dunia pribadi konseli sebagaimana dunia pribadi itu
diamati dan dirasakan oleh konseli, tanpa kehilangan identitas dirinya yang
terpisah dari konseli, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.
LOGOTHERAPY
Pandangan Frankl tentang kesehatan
psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti. Frankl berpendapat bahwa
manusia harus dapat menemukan makna hidupnya sendiri dan kemudian setelah
menemukan mencoba untuk memenuhinya. Bagi Frankl setiap kehidupan mempunyai
makna dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Mencari makna
dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl yang dinamakan logoterapi.
Logoterapi memiliki tiga konsep
dasar, yaitu:
1. Keinginan Akan Makna
Istilah tema utama logoterapi adalah
karakteristik eksitensi manusia, dengan makna hidup sebagai inti teori. Menurut
Frankl yang paling dicari dan diinginkan manusia dalam hidupnya adalah makna,
yaitu makna yang didapat dari pengalaman hidupnya baik dalam keadaan senang
ataupun dalam penderitaan.
Konsep keinginan kepada makna (the
will to meaning) inilah menjadi motivasi utama kepribadian manusia (Frankl,
1977). Sebutan the will to meaning sengaja dibedakan Frankl dengan
sebutan the drive to meaning karena makna dan nilai-nilai hidup tidak
mendorong (to push, to drive) tetapi seakan-akan menarik (to pull)
dan menawar (to offer) manusia untuk memenuhi kenyataan hidup, yang
menurutnya pula tidaklah menyediakan keseimbangan tanpa tegangan, tetapi justru
menawarkan suatu tegangan khusus, yaitu tegangan kenyataan diri pada waktu
sekarang dan makna-makna yang harus dipenuhi: Bring us to Meaning.
Diantara kedua hal itulah proses pengembangan pribadi berlangsung.
2. Kebebasan Berkeinginan
Konsep kebebasan berkeinginan (freedom of will),
mengacu pada kebebasan manusia untuk menentukan sikap (freedom to take a
stand) terhadap kondisi-kondisi biologis, psikologi, dan sosiokultural.
Kualitas ini adalah khas insani yang bukan saja merupakan kemampuan untuk
mengambil jarak (to detach) terhadap berbagai kondisi lingkungan,
melainkan juga kondisi diri sendiri (self-detachment). Dalam pandangan
logoterapi, kebebasan disini adalah kebebasan yang bertanggung jawab agar tidak
berkembang menjadi kesewenangan.
3. Makna Hidup
Konsep makna hidup adalah hal-hal
yang memberikan arti khusus bagi seseorang yang apabila berhasil dipenuhi akan
menyebabkan kehidupannya dirasakan berarti dan berharga, sehingga akan
menimbulkan penghayatan bahagia (happiness).
Makna hidup tidak dapat diberikan
oleh siapa pun, tetapi harus dicari dan ditemukan sendiri. Orang lain hanya
dapat menunjukkan hal-hal yang potensial bermakna, akan tetapi kembali kepada
orang itu sendiri untuk menentukan apa yang ditanggapinya.
Makna yang kita cari memerlukan
tanggung jawab pribadi. Bukan orang lain atau sesuatu yang lain, bukan orang
tua, teman, atau bangsa yang dapat memberi kita pengertian tentang arti dan
maksud dalam hidup kita.
UNSUR-UNSUR LOGOTHERAPY
1. Munculnya Gangguan
a. Neurosis somatogenik,
yaitu gangguan perasaan yang berkaitan dengan ragawi
b. Neurosis psikogenik, yaitu
gangguan perasaan yang berasal dari hambatan-hambatan psikis
c. Neurosis noogenik, yaitu
gangguan neurosis yang disebabkan tidak terpenuhinya hasrat untuk hidup
bermakna
2. Tujuan Terapi
Tujuan utama logoterapi adalah
meraih hidup bermakna dan mampu mengatasi secara efektif berbagai kendala dan
hambatan pribadi. Hal ini diperoleh dengan jalan menyadari dan memahami serta
merealisasikan berbagai potensi sumber daya kerohanian yang dimiliki setiap
orang yang sejauh ini mungkin terhambat dan terabaikan.
Selain itu, logoterapi juga
bertujuan untuk menolong pasien menemukan tujuan dan maksud dalam hidupnya
dengan memperlihatkan bernilainya tanggung jawab dan tugas-tugas
tertentu.
3. Peran Terapis
a. Terapis harus menunjukkan kepada
klien bahwa setiap manusia mempunyai tujuan yang unik yang dapat tercapai
dengan suatu cara tertentu.
b. Terapis berusaha membuat klien
menyadari secara penuh tanggung jawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk
memilih, untuk apa, kepada apa, atau kepada siapa dia harus bertanggung jawab.
c. Terapis tidak tergoda untuk
menghakimi klien-kliennya, karena dia tidak pernah membiarkan seorang klien
melemparkan tanggung jawab kepada terapis untuk menghakiminya.
TEKNIK-TEKNIK LOGOTHERAPY
1. Teknik Intensi Paradoksikal
(Perlawanan Terhadap Niat)
Teknik ini didasarkan pada dua
fakta, yaitu (1) rasa takut bisa menyebabkan terjadinya hal yang ditakutkan (2)
keinginan yang berlebihan bisa membuat keingginan tersebut tidak terlaksana.
Dalam kasus-kasus fobia,
teknik ini berusaha mengubah sikap penderita yang semula serba takut menjadi
akrab dengan objek yang justru ditakutinya. Sedangkan pada kasus-kasus obsesi
dan kompulsi, yang biasanya penderita menahan dan mengendalikan secara ketat
dorongan-dorongan agar tidak muncul, penderita justru diminta untuk secara
sengaja mengharapkan agar dorongan-dorongan itu benar-benar mencetus.
Intensi paradoksikal juga dapat
diterapkan kepada penderita insomnia. Rasa takut tidak bisa tidur memicu
keinginan berlebihan untuk tidur, yang malah membuat pasien malah tidak bisa
tidur. Untuk mengatasi ketakutan ini, biasanya Frankl menganjurkan si pasien
untuk mencoba tidak tidur, tetapi melakukan yang sebaliknya, artinya berusaha sebisa
mungkin untuk tetap bangun. Dengan kata lain, keinginan yang sangat besar untuk
tidur yang muncul akibat rasa cemas yang diantisipasi bahwa dia tidak bisa
tidur, harus diganti dengan keinginan sebaliknya untuk tidak tidur, akibatnya
si pasien akan segera tertidur.
Selain itu, teknik ini
mempunyai keterbatasan yang perlu diperhatikan, yakni mempunyai kontra indikasi
dengan depresi, terutama kasus depresi dengan kecenderungan bunuh diri.
Maksudnya, bila teknik ini diterapkan pada kasus depresi dengan keinginan bunuh
diri, maka kemungkinan besar justru akan mendorong penderita untuk benar-benar
melakukan tindakan bunuh diri. Oleh karena itu, jangan sekali-kali menerapkan
teknik ini untuk kasus depresi.
2. Derefleksi
Seperti halnya intensi paradoksikal, teknik derefleksi pun
memanfaatkan kualitas-kualitas insani dalam gangguan neurosis. Bedanya, jika
intensi paradoksikal memanfaatkan kemampuan mengambil jarak terhadap diri
sendiri dan seakan-akan memandangnya dari luar, maka derefleksi memanfaatkan kemampuan
transedensi diri yang ada dalam diri setiap orang.
Frankl kemudian mengatakan bahwa
refleksi berlebihan bisa diatasi dengan teknik derefleksi. Sebab, jika intensi
paradoksikal dirancang untuk mengatasi kecemasan antisipatori, derefleksi
dirancang untuk bisa mengatasi kompulsi kepada observasi diri atau pemaksaan ke
arah pengamatan diri sendiri. Dengan demikian, jika intensi paradoksikal
menggunakan pola right passivity, derefleksi menggunakan pola right
activity.
3. Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani merupakan salah satu teknik logoterapi yang
mula-mula banyak diterapkan dalam dunia medis, khusunya untuk kasus-kasus
somatogenik. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, prinsip-prinsip ini
diamalkan juga oleh profesi lain dalam kasus-kasus tragis non-medis yang tak
dapat dihindari lagi. Pendekatan ini memanfaatkan kemampuan insani untuk
mengambil sikap terhadap keadaan diri sendiri dan keadaan lingkungan yang tak
mungkin diubah lagi.
Bimbingan rohani kiranya dapat
dilihat sebagai ciri paling menonjol dari logoterapi sebagai psikoterapi
berwawasan spiritual. Sebab, bimbingan rohani merupakan metode yang secara
eksklusif diarahkan pada unsur rohani atau roh, dengan sasaran penemuan makna
oleh individu atau klien melalui realisasi nilai-nilai bersikap. Jelasnya,
bimbingan rohani merupakan metode yang khusus digunakan pada penangan kasus
dimana individu dalam penderitaan karena penyakit yang tidak bisa disembuhkan
atau nasib buruk yang tidak mampu lagi untuk berbuat selain menghadapi penderitaan
itu.
Melalui bimbingan rohani, individu
yang menderita didorong ke arah merealisasi nilai-nilai bersikap, menunjukkan
sikap positif terhadap penderitaannya, sehingga ia bisa menemukan makna dibalik
penderitaannya.
4. Existential Analysis
Teknik ini sangat luas dan luwes, serta memberikan
keleluasaan kepada para logoterapis untuk secara kreatif mengembangkan sendiri
metode dan teknik-tekniknya.